Tuesday, November 4, 2008

Sebuah Pengakuan Jujur

"Time doesn't wait. If you think you might have found the right one, treasure the person, don't let the persone get away. Don't let fear hold you back. Give it a try else you might regret later...

No one other ourselves know what can truely make us happy"

Nice banget bukan pernyataan itu. Jika kesempatan seperti itu datang sekali lagi, sepertinya aku akan selalu ingat pernyataan ini dan tidak akan membiarkan kesempatan itu pergi untuk kesekian kalinya. :)

Pengakuan yang jujur akan keinginan yang mendalam tidak mengindikasikan kurangnya rasa percaya diri atau lemah. Sepertinya diam dalam penderitaan itu lebih mulia, hidup dalam kepura-puraan itu lebih "rohani", dan tersenyum di balik rasa sakit itu lebih "benar". Tersenyum walaupun merasa sakit. Memberi, mengasihi, dan melayani. Tapi bersikap jujur akan lebih baik lagi.

Pernah suatu kali aku membaca disebuah situs kristen pernyataan berikut:

"
Kita diijinkan untuk mengakui rasa sakit dan kesedihan yang kita rasakan, sama seperti Daud saat dia menangis dan berkata, "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:1). Tuhan tidak menyembunyikan wajahNya, kita tahu ini. Sebagai anak-anakNya, sebagai gerejaNya, yang dibeli dengan harga anakNya, kita adalah hartaNya yang berharga. Dia selalu memperhatikan kebutuhan kita dan ada kekosongan yang paling baik diekspresikan melalui ungkapan yang jujur kepada Satu-satunya yang paling perduli.

...

Kita perlu mengakui kebutuhan kita, keinginan kita, dan mengakhiri doa kita sama seperti Daud yang berkata, "Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatanMu. Aku mau menyanyi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku." (Mazmur 13:6).

"

Sebagai manusia, kita juga harus jujur bukan? Kita bukan orang-orang yang sudah kebal terhadap rasa sakit dan kesedihan, keinginan dan harapan, dan kita harus belajar untuk tidak berpura-pura. Kadangkala, ketidakmampuan untuk mengakui di bagian mana kita merasa sakit, lebih bermasalah daripada rasa sakit itu sendiri.


Aku juga pernah membaca sebuah pengakuan seseorang tentang rasa sunyi dan sepi yang dirasakannya. Dia percaya hanya JC satu-satunya yang peduli. Dia membayangkan jika dia terlibat sebuah percakapan denganNya.

Beginilah isi percakapan mereka dalam hayalannya :

"

Tuhan : "Ada masalah apa?"
Saya : "Aku kesepian!"
Tuhan : "Aku tahu. Apakah kamu tidak berpikir Aku mengetahuinya?"
Saya : "Ya Tuhan..."
Tuhan : "Lalu apa masalahnya?"
Saya : "Aku kesepian..."
Tuhan : "Apa yang kamu inginkan?"
Saya : (berusaha untuk sejujur mungkin)"Aku menginginkan apa yang Kau inginkan Tuhan..."
Tuhan : "Kamu sudah mendapatkannya."
Saya : "...."
Tuhan : "Sesuatu masih mengganggumu. Apa itu?"
Saya : "Aku sendirian."
Tuhan : "Kenapa itu menjadi masalah?"
Saya : "Aku tidak bahagia."
Tuhan : "Kenapa tidak?"
Saya : "Aku tidak mau sendirian."
Tuhan : "Kamu bilang kamu menginginkan apa yang Aku inginkan."
Saya : "Ya Tuhan..."
Tuhan : "Maka kamu mendapatkannya."
Saya : "...."
Tuhan : "Bukankah itu yang kamu inginkan?"
Saya : (akhirnya, benar-benar jujur) "Tidak Tuhan."
Tuhan : "Jadi kamu tidak menginginkan apa yang Aku inginkan?"
Saya : "Aku mau, tapi aku juga ingin menikah. Aku juga mau apa yang kuinginkan."
Tuhan : "Masalahnya bukan pada keinginanmu untuk menikah. Itu adalah keinginan yang baik. Masalahnya adalah kamu mengharapkan Aku seharusnya memberikan apa yang kamu inginkan pada saat kamu menginginkannya dan dengan cara yang kamu inginkan. Jika tidak seekor burung pipitpun jatuh tanpa sepengetahuanKu, jika Aku mendandani bunga bakung sedemikian indahnya, jika Aku mendandani rumput di ladang yang besok sudah lenyap, apakah kamu membayangkan Aku bisa melupakanmu? Aku tidak melupakanmu... Jangan kuatir..."
Tuhan : "Kamu masih menyimpan masalah... kenapa?"
Saya : "Aku hanya kesepian..."
Tuhan : (dengan lembut) "Aku tahu..."

Hati kita menemukan tempat yang nyaman dalam kesunyian. Dia tahu dan pengakuan saya akan rasa kesepian tidak menggangguNya. Dia tahu dan Dia peduli.

"

Jadi ingat lagu Kidung Jemaat, "Burung Pipit yang Kecil". Dari dulu aku seneng banget dengan lagu tu, dan diyakinkan kalau Dia selalu peduli lewat lagu itu. Kekanak-kanakan yah? Emang sih tu lagu waktu sekolah minggu, beginilah kira-kira liriknya

KJ. 385 BURUNG PIPIT YANG KECIL

1. Burung pipit yang kecil dikasihi Tuhan.
Terlebih diriku dikasihi Tuhan.
2. Bunga bakung di padang diberi keindahan.
Terlebih diriku, dikasihi Tuhan.
3. Burung yang besar, kecil, bunga indah warnannya,
satu tak terlupa, oleh Penciptanya.

Jadi tak ada salahnya bukan berkata jujur meskipun kita tahu Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Soalnya dulu pernah disebuah ibadah, pendetanya bilang : "Ada seorang ayah yang sangat menyayangi anakNya. Sepatu anaknya sudah seharusnya diganti, sepatu anaknya rusak. Sang ayah tahu akan hal itu. Tapi karna sang anak tak pernah menyampaikannya, sang ayah berpikir kalau sepatu itu masih layak bagi sang anak dan menunggu hingga sepatu itu tak layak digunakan lagi. Nah, sebagai anak apa salahnya jika kita minta kepada ayah?"
Hal itu selalu mengingatkanku untuk selalu jujur padaNya akan apa yang kuinginkan dan butuhkan.

Napa aku, kamu, atau kita harus takut jujur?

3 comments:

The Flash said...
This comment has been removed by the author.
The Flash said...

wadow.. mzm 13 jadi ingat pernah nyanyiin (dulu pas masih btobat :D )

Brapa lama lagi Kau lupakan
brapa lama lagi Kau palingkan
wajah yang p'nuh kasih dari hadapanku
brapa lama ku menanti

haruskah aku berkekwatiran
dan bersedih di sepanjang hari
pandanglah kiranya dan jawablah aku
ya Tuhan pengharapanku

R:
Biarlah mataku bercahya..
supaya janganlah kutertidur dan lelap
tabahkan hatiku untuk menanti fajar
kujelang esok dengan harapan..

..oo00oo...

Hi.. pe** :D

ayumi-sonia said...

Wkahkhakkahkkhakahahkhaakhahha,....

untung qm sadar sendiri klo qm emang tidak dalam suasana bertobat sekarang!!!!

Wkahkahahkhkahahahhaa