Tuesday, June 14, 2011

Butuh Orang Lain

Beberapa waktu yang lalu aku membaca distatus FB seseorang mengenai sesuatu hal yang dia bangun dengan partnernya. Tapi sekarang itu hanya tinggal rancangan, dia sendiri bingung apa yang harus dia lakukan untuk mewujudkan rancangan itu. Kalau boleh ngeluarin pendapat, rancangan itu bisa diwujudkan ketika dia dan partnernya masih dalam satu visi untuk mewujudkannya, jika tidak dia harus mencari partner lain. :)

Kita butuh partner. Kebanyakan hal yang kita kerjakan membutuhkan partner, membutuhkan orang lain. Ketika orang lain yang dimaksudkan masih satu visi dengan kita pasti semuanya akan berjalan baik-baik saja, akan tetapi ketika sudah berbeda visi atau ketika yang satu sudah tidak mau bertumbuh lagi atau yang satu tidak mau saling melengkapi lagi. Ada baiknya kita mencari dan menemukan partner yang lain. Tapi ada baiknya memandang kembali ke hal positif yang telah menjadi latar belakang visi itu.

Pagi ini aku membaca renungan harian yang dikirim ke email kantor seperti hari-hari biasanya. Jadi teringat seorang sahabat diseberang sana.

Semangat... Semangat... Semangat





Butuh Dua OrangBacaan hari ini: Kejadian 13:1-9
Ayat mas hari ini: Kejadian 13:8
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 12-15

Selalu dibutuhkan dua orang untuk bertengkar”, demikian kata sebuah pepatah lama. Benar, ketika ada dua pihak yang sama-sama berniat memperebutkan ”kemenangan pribadi”, maka pertengkaran pun ”sukses” diciptakan. Padahal, jika salah seorang mau menyadarkan dirinya untuk berhenti memusatkan perhatian pada masalah dan mengarah pada pencarian solusi, maka pertengkaran takkan berpanjang umur. Sebuah fakta yang kerap ”tertutupi” saat dua orang terlibat adu argumentasi atau perselisihan.

Para gembala ternak Abraham dan Lot juga pernah bertengkar dan berkelahi karena ladang dan air untuk menggembala tidak cukup bagi mereka (ayat 6,7). Maka, masalah itu diteruskan kepada Lot dan Abraham. Sangat wajar jika kemudian mereka ”meneruskan” pertengkaran tersebut, sebab masing-masing bisa merasa punya hak yang patut dipertahankan. Syukurlah, Abraham mampu mengendalikan dirinya dan melihat bahwa kekerabatannya dengan Lot-lah yang harus dipertahankan (ayat 8). Itu sebabnya ia memilih untuk segera menghentikan pertengkaran dengan cara mengalah.

Kita belajar dari Abraham bahwa saat hamba-hambanya bertengkar, Abraham tak berpikir pesimis, ”Ah, mungkin hubunganku dengan Lot harus berakhir di sini.” Sebaliknya, ia melihat bahwa Lot tetaplah kerabatnya—sampai kapan pun. Itu sebabnya ia menujukan pikirannya pada ”apa yang bisa dilakukan supaya hubungannya dengan Lot tak sampai terputus”. Maka, keputusan dan tindakannya bukan lagi didasarkan pada emosi sesaat, melainkan pada kebijaksanaan yang bermanfaat. Kiranya Tuhan memberi kita hikmat seperti ini, ketika sebuah pertengkaran diperhadapkan pada kita.

KETIKA BERTENGKAR, JANGAN BERPIKIR MENGAKHIRI HUBUNGAN

PIKIRKAN SEGALA CARA UNTUK MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN

1 comment:

Anonymous said...

nice posting.. love it..